Subscribe Us

header ads

Ciri Ulama Ideal | Refleksi Sosial Relijius |Alwi Sahlan

Oleh.Alwi Sahlan
Ulama ideal adalah mereka yang hatinya tidak terikat dengan dunia, tidak menyisakan sedikitpun celah kesombongan dalam hatinya.  Yang tidak memberi kesempatan bagi setan untuk duduk dan bertahta di atas singgasana atas nama kebenaran. (Karena setan senantiasa terus mencoba dan mempropagandakan dalam bisikan palsu). bahwa tolok ukur kemuliaan adalah dengan harta, jabatan, dan kekuasaan. 

ULAMA ADALAH PEWARIS PARA NABI 
(العلماء ورثة الأنبياء )، dalam artian mereka adalah para pewaris dan pelanjut spirit kenabian. Pewaris ilmu dan pewaris misi kenabian dengan dakwah dan kefasihan lisan, dengan tekad dan kesantunan. 
Maka artinya selain memiliki kriteria kecerdasan keilmuan mumpuni merekapun mewarisi kesederhanaan dan laku hidup, serta kebersahajaan para anbiya as. Hal ini bukan berarti mereka tidak mampu menggenggam dunia di tangannya. Namun karena marifat dan rasa takutnya kepada Allah.
Jika kita perhatikan sejarah kisah para nabi di mana mereka memiliki laku hidup yang tawadhu dan sederhana, pun nabi sulaiman yang merupakan seorang raja. Ia tidak membiarkan hidupnya terikat dengan dunia yang digenggamnya. Kita tahu siapa beliau as. Beliau adalah raja diraja yang mempunyai perbendaharaan dunia. Yang para binatang dan jin sekalipun tunduk pada perintahnya, yang bala tentaranya besar seperti air bah, bahkan angin dan awanpun sebagai tentaranya.Tapi apakah dia kehilangan sifat kehambaannya? Apakah dia limbung dengan itu semua? Sama sekali tidak! Ia tetap taat pada perintah Rabb dan menjauhi segala laranganNya. Ia tidak lupa dengan qodratnya sebagai hamba dan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Inilah yang menjadikannya istimewa. 

SPIRIT RASA TAKUT CIRI UTAMA ULAMA IDEAL 
Allah swt berfirman dalam alquran : 
إنما يخشى الله من عباده العلماء
Jelaslah sudah bahwa syarat utama seseorang itu disebut ulama itu ialah rasa takut yang sangat kepada Allah. Filosofi takut adalah makin mendekat, bukan makin menjauh, qurbatan ilallah, bukan ijtinaban minallah. 
Lalu siapakah yang layak menyandang predikat tsb? Apakah bergantung strata sosial atau jabatan? Kemudian apakah yang dimaksud dengan ulama itu adalah mereka yang belajar di bangku sekolah hingga memiliki titel dan gelar akademik di dalam dan luar negeri? 
Jawabannya adalah jelas, siapapun orangnya, apapun jabatannya, strata sosialnya, mengacu kepada ayat di atas jika ia memiliki rasa takut yang karena rasa itu makin mendekatkan dirinya kepada ketaatan dan menjauhi dirinya dari kemaksiatan dan kemunkaran maka  predikat ulama yang hakiki sesungguhnya melekat pada dirinya! Yang karena rasa takutnya itu membuatnya makin dekat , maka ia senantiasa ingat dan berdzikir kepada Allah swt, kemudian mengejawantah dalam kehidupan sehari hari. Ia menjadi ulama yang tidak pernah mengejek tapi selalu mengajak pada yang haqq dengan santun sebagaimana para nabi. Menjadi ulama yang selalu merangkul tidak pernah memukul, membina tidak menghina, mengajak bukan mengejek, karena rasa takutnya itu ia menjadi pribadi yang tidak pernah menghina namun membina, mengayomi. Bukan provokasi memancing di air keruh. Ulama penebar hoax provokasi tidak layak disandangkan predikat ulama seperti kriteria di atas! Karena orang yang punya rasa takut pada Allah itu berlaku lemah lembut, dan santun dalam bertindak serta bersikap. Itulah titah suci para nabi!
Hablumnminallah berimbas pada hablumminannaas! 

TAKUT MELAHIRKAN KETAATAN
Jika rasa takut itu hadir, maka rasa itu melahirkan ketaatan dalam perilaku dan perbuatan. Bukan hanya takut akan nerakaNya, namun juga semata mata karena cintanya, sadar bahwa hanya Allah satu satunya Dzat yang layak disembah dan ditaati. Jika seseorang takut kepada makhluk ia akan menjauhinya, namun takut kepada Allah akan membuatnya makin mendekat. Karena rasa takutnya tersebut makin menambah kualitas kekhusu'an ibadah padaNya dan takut memaksiatiNya. 

KEMUNDURAN SUATU BANGSA AKIBAT KRISIS KETELADANAN ULAMA|BELAJAR DARI PARA FOUNDING FATHERS
Di era disrupsi ini bangsa kita mengalami krisis keteladanan akibat minimnya iman sehingga goyah menyebabkan mereka kehilangan figur panutan, karena ketika melihat figur bangsa sekarang ini tidak ada lagi yang bisa diteladani mereka para figur bangsa elit politik sibuk berlomba lomba meraih kejayaan pribadi dan kelompok bagaimana rakyat mau mencari figur teladan jika elit politik sekarang gemar berkamuflase? Bagaimana umat mau mencari figur teladan jika islam yang ditampilkan adalah islam dengan wajah menakutkan? Islam yang marah bukan yang ramah, islam yang mengejek bukan mengajak, islam yang menghina bukan membina, islam yang memukul bukan merangkul..? Itukah yang anda sebut dengan ulama panutan? Tidak.. tidak.. sama sekali tidak mencerminkan laku hidup, sikap dan perilaku nabi agung saw!

Padahal apabila kita melihat kepada laku hidup para founding father pendiri bangsa ini mereka memiliki laku hidup yang amat sederhana bahkan rela hidup melarat demi rakyatnya yang susah, Haji Agus Salim yang hebat dan terkenal itu masih hidup ngontrak, Kh Wahid Hasyim sang menteri agama pun rutin puasa senin-kemis demi memberi teladan kepada rakyat bahwa mereka itu berempati dengan penderitaan rakyat. Kisah kisah teladan inilah yang harus kita ceritakan kembali pada para generasi milenial agar mereka tidak limbung oleh dunia dan arus budaya impor yang hedonis dan permisif. Pun begitu salah satunya dengan seorang Gus Baha, di mana rumahnya tidak lebih mewah ketimbang ponpes binaannya. Wal hasil merekalah para ulama panutan yang tidak pernah menghina namun selalu membina ummat, tidak pernah memukul namun selalu merangkul, dan tidak pernah mengejek namun selalu mengajak. 

Video, rumah dan ponpes Gus Baha